Tuesday 3 November 2015

CARA HEMAT MENGELILINGI TOKYO DAN NAIK KERETA CEPAT

Sejak kecil atuk farras mimpi untuk ke Jepang. Pendorong ingin ke sana karena faktor sejarah. Selain Jepang yang kebelet ingin dikunjungi adalah Inggris, Cina, Malaysia, Singapura dan Thailand. Tentu saja yang paling utama dan utama adalah Mekkah dan Madinah di Arab Saudi. Jepang adalah penjajah negaraku, demikian juga Inggris penjajah kampungku Bengkulu. Arab Saudi karena kaitan dengan agama, sedangkan Malaysia dan Singapura karena sejak di kampung selalu mendengarkan radio negara-negara itu. Thailand karena selalu dicekoki dengan istilah Bangkok, mulai dari Jambu Bangkok, ayam Bangkok, durian Bangkok dsb. Alhamdulillah tahun ini genma dan atuk ada rezeki mau ke Jepang walaupun pengorbanannya juga tidak kecil. Persis tanggal seminar itu adalah tanggal dipanggilnya proposal penelitian genma dan atuk di salah satu di Jawa Barat. Udah ikhlas aja. Bismillah berangkat dulu ke negeri sakura dan gunung Fujiama serta negeri sendal. 
Siapapun yang berkesempatan mengunjungi Jepang, pasti tidak ingin melewatkan naik kereta super cepatnya, Shinkansen. Kata ‘mumpung’ biasanya membuat kita rela mengeluarkan duit lebih jika bepergian. Apalagi tiket naik Shinkansen memang tergolong mahal, terkadang malah bisa lebih mahal dari pesawat (bisa dicek di hyperdia.com). Tapi jika jeli berburu informasi, sebenarnya bisa disiasati karena banyak tawaran fasilitas khusus bagi para turis asing yang datang ke Jepang untuk mengeksplorasi kawasan wisatanya.
Pun ketika saya sudah menginjakkan kaki di bandara Haneda Tokyo waktu itu, belum terpikir untuk menjajal Shinkansen nantinya. Kalau duit untuk backpacking berlebih bisa saja membeli JR Pass sebelum datang ke Jepang. Tapi harga 29.110 yen untuk 7 hari terlalu mahal dan mungkin tidak ‘pay off’ dibanding rencana itinerary saya. Sampai akhirnya saya menemukan informasi tentang Kanto Pass. Seperti menemukan oase di tengah gurun pasir. Berrrrr.
Jika Anda berniat berkunjung dan mengeksplore Tokyo, maka tidak ada salahnya untuk memperluas area eksplorasi Anda seperti Yokohama, Hakone, Kawaguchiko, Izu dan Karuizawa dengan limited express train dan Shinkansen. Kanto Pass bisa dibeli dengan harga 8.300 yen untuk dewasa atau 4.200 yen untuk anak-anak berumur 6-11 tahun. Masih dirasa mahal? Kalau dirupiahkan memang terkesan wah mendekati satu juta, tapi Anda bisa membandingkannya dengan benefit yang didapat (yang matematikanya bagus boleh bantu menghitung).
IMG20140831121324Kanto Pass
Touist Kanto AreaPeta wisata Area Kanto (sumber: http://www.jreast.co.jp)
Berbeda dengan JR Pass yang mesti dibeli di luar Jepang, Kanto Pass ini bisa Anda beli langsung di JR East Travel Service Center bandara Haneda maupun Narita serta Travel Service Center beberapa stasiun besar seperti Stasiun Tokyo, Stasiun Shinjuku, dan Stasiun Ueno. Kami kebetulan membeli di stasiun Ueno. Dengan cukup menunjukkan passport, petugas akan mengecek visa dan memfotokopinya, bayar dan langsung jadi. Di kartu tersebut ada keterangan dari tanggal berapa sampai tanggal berapa Kanto Pass itu berlaku. Dimulai dari tanggal kita membeli sampai dua hari ke depan. Jadi pastikan Anda membeli dan langsung memakainya menikmati the Japan railway experience.
Untuk masuk ke dalam stasiun, kita tidak perlu melewati gate tapi lewat pintu khusus yang berada di sebelah ruang petugas stasiun dengan menunjukkan Kanto Pass. Saat pertama kali dipakai, kartu akan distempel oleh petugas, selanjutnya tinggal menunjukkan kartu saja.
Dengan Kanto Pass yang valid selama 3 hari saya bisa:
1Keliling Tokyo dengan JR Yamanote Line (bukan subway)
Sudah menjadi rahasia umum kalau di Jepang biaya transportasi mahal meskipun sebanding dengan kualitas dan kecanggihannya. Di Tokyo, tarif kereta berlaku progresif dengan jarak terdekat seharga 140 yen (sekitar 15 ribu rupiah) untuk jalur JR Yamanote Line (sejenis Commuterline). JR Yamanote Line atau biasa disebut outer loop karena lintasannya berbentuk lingkaran yang mengelilingi kota Tokyo. Namun karena saya sudah memegang Kanto Pass, saya bebas naik turun di stasiun JR manapun.
Perlu diingat bahwa Kanto Pass ini tidak mengcover untuk kereta bawah tanah atau subway. Jadi jika Anda transit untuk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan subway, tetap harus membeli tiket di mesin. Meskipun demikian, di jalur JR Yamanote Line saja sudah banyak tempat-tempat utama di Tokyo yang bisa dikunjungi. Antara lain adalah..
Shinjuku
Stasiun Shinjuku mungkin adalah stasiun yang paling susah saya taklukkan karena saking luasnya. Bahkan saya selalu nyasar untuk mencari tempat yang sebenarnya sudah saya tahu sebelumnya. Selain itu, stasiun ini merupakan gabungan dari stasiun untuk JR line lokal maupun limited express dan subway bahkan ada terminal bis juga. Jadi ini adalah stasiun paling sibuk dan yang paling banyak orang sepanjang hari. Di luar area stasiun adalah kawasan gedung-gedung pencakar langit dan Tokyo Metropolitan Government Building, pusat administrasi pemerintah kota Tokyo. Jangan heran jika Anda harus berjibaku dengan banyak sekali pekerja berbaju rapi lengkap dengan jasnya membawa tas jinjing untuk pria dan wanita berpakaian formal tapi tetap modis. Mereka berjalan dengan sangat cepat, seperti hendak mengejar kereta atau mengejar waktu, bahkan saya pun harus mengikuti arus jika tidak ingin tertabrak. Uniknya mereka datang dari berbagai arah, bisa dibayangkan jika sedang di tengah station hall seperti terjadi banyak persimpangan para pejalan kaki tapi tetap tertib.
IMG20140524212811Jalur khusus pejalan kaki yang menghubungkan kawasan perkantoran dengan Stasiun Shinjuku
Shibuya
Iya, Shibuya memang populer dengan anjing Hatchiko-nya. Tepat di depan Hatchiko Exit stasiun Shibuya, Anda akan bertemu dengan Si Hatchiko tapi berbentuk patung. Biasanya tempat ini dijadikan lokasi untuk janjian ketemuan dengan orang atau sekedar foto berpose dengan anjing Hatchiko. Waktu saya ke sana pun melihat orang yang mungkin sebelumnya sudah janjian ketemu dan mereka bertemu dengan muka sumringah. Jika mau berfoto, Anda mesti sedikit bersabar karena banyak yang mengantri foto bersama Hatchiko.
Patung HatchikoPatung Hatchiko di depan Stasiun Shibuya
Tapi ada yang lebih seru untuk dilakukan di Shibuya dibanding foto dengan Hatchiko, yaitu menyeberang jalan. Kok bisa? Iya, saya bahkan rela bolak-balik hanya untuk menyeberang perempatan Shibuya. Sensasinya seru. Konon katanya Shibuya Crossing adalah jalur pejalan kaki tersibuk di dunia. Sekali menyeberang, akan ada ribuan orang berjalan dari seluruh arah mata angin. Tunggulah beberapa menit lagi, tiba-tiba sudah banyak orang saja yang entah muncul dari mana, seolah mau flashmob untuk melintasi perempatan Shibuya.
Crossing ShibuyaMenyeberang di Shibuya Crossing
Shibuya CrossingKeramaian pedestrian di Shibuya
Harajuku
Pusat fashion anak muda Jepang ada di Harajuku. Dari Shibuya jaraknya hanya satu stasiun. Deretan distro maupun butik-butik ada di sepanjang Harajuku Street. Nyeleneh adalah kesan pertama saat melihat gaya berdandan dan pakaian anak muda di sini. Tapi saya anggap sebagai pemandangan yang unik saja.
HarajukuKeramaian Harajuku
Ueno
Ueno Park terletak persis di depan stasiun Ueno jika Anda keluar melalui Shinobazu Exit. Tinggal menyeberang jalan, dan naik beberapa anak tangga. Kemudian berjalan menyusuri taman maka di kanan-kiri Anda berjejer pohon Sakura. Memang paling pas jika berkunjung awal bulan April, saat bunga Sakura bermekaran dan banyak orang Jepang yang menggelar tikar di bawah pohon Sakura. Festival bunga Sakura atau Hanami Matsuri akan menjadi sebuah pemandangan yang unik di sini. Sayangnya, saat saya di sini bunga Sakura sudah rontok dan berganti dengan daun yang hijau khas musim semi. Tapi tidak mengapa, masih bisa menikmati udara sejuk taman Ueno di tengah kota metropolitan Tokyo. Di sekitar Ueno Park juga ada Tokyo National Museum, Tokyo Metropolitasn Art Museum, National Art Museum dan Ueno Zoo.
Ueno ParkUeno Park 2Ueno Park di akhir musim semi
Akihabara
Bagi penggemar AKB48, anime dan game-game Jepang tidak boleh melewatkan tempat ini, surga bagi para pecinta segala sesuatu yang selama ini kita kenal dari Jepang. Dari barang-barang elektronik, mainan dan dunia komik ada di Akihabara. Kafe-kafe bertema tokoh animasi juga banyak di Akihabara.
Akihabara AKB48Akihabara AnimeAkihabara pertokoanAkihabara Area
2. Naik kereta ke Stasiun Kawaguchiko (Stasiun terdekat untuk melihat Gunung Fuji dan ke danau Kawaguchi) dengan Limited Express Train dan Fujikyu Railway
Setelah lelah keliling Tokyo dengan menggunakan JR Yamanote Line dan menikmati segala kemajuannya. Mari kita keluar kota untuk melihat pemandangan alam gunung Fuji. Untuk menuju kawasan gunung Fuji, ada beberapa titik yang bisa dikunjungi wisawatan. Karena terdapat beberapa danau di sekitar Fuji, makanya setiap spot selalu menawarkan keindahan danau dengan latar belakang Fujiyama yang cantik.
Waktu merencanakan perjalanan ke Fujiyama, semula saya berniat naik highway bus menuju Kawaguchiko dan sudah reservasi bus dari Indonesia. Dengan rute Shinjuku-Kawaguchiko, harga tiket Highway bus sekali jalan adalah 1.750 yen, namun akhirnya saya batalkan karena sudah ada Kanto Pass dan tiket bis juga belum dibayar. Saya memilih naik kereta menuju Stasiun Kawaguchiko, kalau saja tidak memakai Kanto Pass, sebenarnya tiket kereta lebih mahal (3.690 yen sekali jalan).
Untuk menuju Stasiun Kawaguchiko dari Tokyo, harus naik dari Stasiun Shinjuku. Tidak ada kereta langsung ke sana, melainkan harus transit. Dengan berbekal aplikasi Hyperdia di ponsel, saya naik Limited Express Kaiji untuk menuju ke stasiun Otsuki. Perjalanan dengan Limited Express Kaiji ditempuh selama 1 jam. Khusus pemegang Kanto Pass memang tidak bisa reservasi tempat duduk, jadi kita harus naik di gerbong ‘unreserved seat’.
Sejam perjalanan benar-benar tidak berasa. Kanan-kiri dari balik jendela kereta menyuguhkan pemandangan permukiman khas Jepang dan tebing-tebing yang amazing. Apalagi, kereta berjalan dengan sangat mulus, sangat nyaman. Saya sampai tidak rela untuk memejamkan mata dan sangat menikmati perjalanan. Di tengah perjalanan menaiki Limited Express Kaiji akan ada petugas yang memeriksa karcis. Waktu itu saya pikir cukup menunjukkan Kanto Pass saja, namun petugas ternyata juga menanyakan hal lain, tentu dalam bahasa Jepang. Tidak perlu panik, jawab saja “Otsuki-eki” (Stasiun Otsuki) seperti saya waktu itu (padahal tidak tahu apa yang ditanyakan). Tapi si petugas menjawab, “Hai. Otsuki”. Hmm berarti jawaban saya (mungkin) nyambung. :p
Sampai di stasiun Otsuki tepat waktu, saya harus berpindah kereta yang akan menuju ke Stasiun Kawaguchiko, Fujikyu Railway. Di layar pengumuman, Fujikyu Railway akan segera berangkat kurang dari 3 menit lagi. Karena jalurnya ada di seberang, saya bergegas berlari menuju jembatan penyeberang, apalagi tidak ada eskalator. Stasiun Otsuki ternyata belum modern seperti yang ada di Tokyo, maklum di pinggiran. Meskipun begitu, petugas stasiun tetap sigap mengarahkan calon penumpangnya yang hendak transit menuju Kawaguchiko.
Dengan nafas terengah-engah, saya berhasil menuju kereta Fujikyu Railway beberapa saat sebelum jalan. Perhatian saya langsung tertuju pada bentuk dan model keretanya. Berbeda dengan kereta ekspress yang saya naiki tadi, Fujikyu Railway adalah kereta tua. Saya yakin lebih tua dari KRL di Jakarta. Jalannya pun pelan, tapi jadi terkesan seperti kereta wisata. Sepanjang perjalanan dengan Fujikyu Railway, saya disuguhi panorama kota kecil. Suasana perkampungan Jepang, rumah-rumah sederhana dengan ladang dan perkebunan.
Kereta Fujikyu Railway
Perjalanan menuju Kawaguchiko juga memakan waktu satu jam. Setengah dari perjalanan waktu itu, gunung Fuji sudah terlihat dari balik jendela Fujikyu Railway. Tak ada kata yang mampu saya ucapkan, I’m totally speechless. Dari dalam hati penuh rasa syukur, Engkau telah membawaku ke Fujiyama. Selama ini hanya bisa lihat di foto dan internet, sekarang aku bisa memandangnya langsung dengan kedua mataku. CiptaanMu yang sangat cantik, dengan bentuk yang simetris lengkap dengan ujung puncaknya yang masih bersalju. Meskipun langit tidak begitu cerah, namun masih bisa terlihat dengan jelas struktur dan reliefnya. Saya merasa beruntung, pada kesempatan pertama bisa melihat bentuk Fujiyama yang sempurna.
KawaguchikoStasiun Kawaguchiko dengan latar belakang Fujiyama
Shiba ZakuraShiba Zakura, bisa ditempuh dengan naik bis dari Stasiun Kawaguchiko
3. Naik Shinkansen ke kota kecil Karuizawa
Hari terakhir masa berlakunya Kanto Pass, saya manfaatkan untuk berkunjung ke Karuizawa. Sebelumnya kota ini tidak ada dalam daftar itinerary. Berhubung dari info dan peta akses Kanto Pass kota ini bisa diakses dengan Shinkansen, maka tidak mungkin saya melewatkan untuk menjajal kereta super cepat ini. Honestly, I was excited then!.
Untuk menuju Karuizawa, kereta Shinkansen berangkat dari Stasiun Tokyo. Lintasan Shinkansen memang berbeda dari kereta-kereta biasa, sehingga peron dan gate masuknya pun terpisah dengan yang lain. Stasiun Tokyo adalah stasiun yang besar dan luas, jadi dibutuhkan kejelian untuk membaca display jadwal keberangkatan, nomor track (lintasan), tujuan dan nama kereta yang banyak terpasang di stasiun.
Shinkansen masing-masing memiliki nama, jadi pastikan tahu terlebih dulu nama Shinkansen yang melewati stasiun tujuan kita. Kereta super cepat yang akan membawa saya ke Karuizawa bernama Shinkasen Nagano atau Asama. Asama ternyata adalah nama gunung yang berada di Perfectur Nagano di mana Karuizawa berada. Seandainya tanpa Kanto Pass, saya harus membeli tiket seharga 5.390 yen sekali jalan atau 10.780 yen pp tanpa reservasi tempat duduk.
Berada di dalam Shinkansen dan merasakan sensasi menaiki bullet train yang meluncur seperti peluru merupakan salah satu bucketlist of traveling saya. Alhamdulillah sudah checked. Perjalanan 62 menit Tokyo – Karuizawa memang terasa sangat singkat. Sensasi naik Shinkansen kalau boleh saya gambarkan adalah mirip seperti naik pesawat yang sedangtake off atau landing. Bedanya tidak terasa tarikan saat kereta mulai jalan ataupun saat pengereman. Bahkan saya tidak merasakan getaran atau gesekan dengan rel kereta api, seperti melayang di udara saja. Awesome
Begitu menginjakkan kaki di stasiun Karuizawa, angin dingin bertiup cukup kencang. Rupanya Karuizawa dikelilingi oleh pegunungan yang berkabut. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, suhu udara waktu itu berkisar 17 derajat Celsius.
Berdasarkan papan tourist information, ada objek wisata air terjun Shiraito (Shiraito no Taki) yang bisa ditempuh dengan bis lokal selama kurang lebih 25 menit dari Stasiun Karuizawa. Mengingat tak banyak waktu karena nanti malam harus melanjutkan perjalanan ke kota Kyoto dengan bis, maka saya memutuskan untuk keliling kota saja. Persis di depan stasiun, terdapat minimarket, restoran dan kios-kios yang menyewakan sepeda. Terang saja keinginan saya bisa mengayuh sepeda di Jepang semakin tinggi apalagi udara sangat segar dan kotanya sangat cantik.
Saya beranikan diri masuk ke salah satu kios yang kebetulan dijaga oleh seorang pria. Dia sangat ramah, meskipun lagi-lagi kami hanya bekomunikasi dengan bahasa tarzan. Tapi dia bisa menyebutkan tarif sewaan sepedanya dalam bahasa Inggris. 400 yen untuk sewa sepeda sehari. Seorang pria paruh baya yang kemungkinan adalah pemilik kios kemudian datang menghampiri kami. Dia meminta saya menuliskan nomor telepon di buku daftar. Setelah membayar, dia memberikan selembar kertas berlaminating yang ternyata adalah peta jalur sepeda di dalam kota Karuizawa. Dia juga memperingatkan, menjelang sore biasanya akan turun hujan. Yasudah, saya juga tidak akan jauh-jauh sepedaan, takut nyasar.
Karuizawa stationLuar StasiunArea depan Stasiun Karuizawa
Kota ini sepi, hanya rame di akhir pekan karena hanya dijadikan resort, semacam Puncak Bogor kalo di Indonesia. Yang menarik di sini adalah bentuk bangunan yang ternyata bukan bergaya Jepang, tapi lebih bergaya rumah western. Rata-rata bangunan tidak terlalu besar, terkesan mungil, unik dan vintage. Beberapa adalah butik atau toko yang menjual suvenir. Saya bebas mengayuh sepeda di trotoar, dengan deretan bangunan yang cantik di samping saya. Seperti tempat lainnya di Jepang, lingkungannya begitu asri, bersih dan udaranya sejuk sekali.
DSC_0473DSC_0470Musim semi KaruizawaMusim semi Karuizawa
sumber: rosnahindarti.com

No comments:

Post a Comment